Category Archives: Fiqih Akhlaq

Konsultasi Syariah Akhlaq (Sikap) Terbaik Terhadap Pengidap Penyakit Menular Semacam HIV AIDS

⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑

🇦‌🇰‌🇭‌🇱‌🇦‌🇶‌ 🇹‌🇪‌🇷‌🇧‌🇦‌🇮‌🇰‌
🇹‌🇪‌🇷‌🇭‌🇦‌🇩‌🇦‌🇵‌ 🇵‌🇪‌🇳‌🇬‌🇮‌🇩‌🇦‌🇵‌
🇵‌🇪‌🇳‌🇾‌🇦‌🇰‌🇮‌🇹‌ 🇲‌🇪‌🇳‌🇺‌🇱‌🇦‌🇷‌

⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑⛑

#⃣ #broadcastquantumfiqih
No.: KS/5/II/19/QUFI
Topik: 1⃣ _Konsultasi Syariah_
Rubrik: _quantumfiqihakhlaq_

🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮‌

Konsultasi Syariah *288 – Akhlaq Terbaik Terhadap Pengidap Penyakit Menular*

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Pertanyaan_
Assalamualaikum.
💾 Sy ada pertanyaan ustasd: Bgini, sy punya teman positif AIDS, tp yg tau cuma sy aja. Sy bingung, apakah sy simpan sendiri rahasia ini dengan dasar membantu teman mnutupi aibnya ATAU sy sampaikan ke teman yg lain dengan dasar mencegah penularannya (maksudnya agar teman2 lain bisa mengantisipasi hal2 yg bisa memungkinkan terjadi penularan) Terimakasih sebelumnya ustasd🙏🙏🙏🙏

📝 Ditanyakan oleh Saudari *Hasnawiah* (08114499269) pada _12 Februari 2019_

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Jawaban_
Wa’alaikumussalam
🛎 Memang penyakit hanya terjadi atas izin dan kehendak Allah. Penyakit menular pun demikian. Seseorang tertular penyakit bukan karena ganasnya penyakit tersebut tapi karena Allah menghendaki penyakit ganas tersebut menular. Allah bukan berkehendak buruk dengan penyakit menular. Ada berjuta hikmah dibaliknya.

🏵 Karenanya, kita diwajibkan Allah dan Rasul-Nya untuk berobat dan menjaga kesehatan, begitupula kita diwajibkan untuk menghindari potensi tertular penyakit dari orang lain.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَِّبيِّ قَالَ : لاَ يُوْرِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ
📜 Dari Abu Hurairah dari Nabi bersabda, _“Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit”_ *[Shahih Al Bukhari: 5771 dan Muslim 2221]*

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَِّبيِّ قَالَ : فِرَّ مِنَ الْمَجْذُوْمِ فِرَارَكَ مِنَ الأَسَدِ
📜 Dari Abu Hurairah dari Nabi bersabda, _“Larilah dari penyakit kusta seperti engkau lari dari singa”._ *[Shahih Muslim 5380]*

🎾 Dua hadits ini menjadi pedoman paling inti dan mendasar bahwa kita wajib menjauhkan diri dari potensi penyakit menular. Karena penyakit menular bisa saja menular ke kita yang sehat, entah karena kita banyak dosa sehingga menurut Allah pantas untuk mendapatkan musibah berupa penyakit menular tersebut atau entah karena kita tidak menjaga kesehatan atau entah karena sebab-sebab syar’i lainnya.

🥅 Menyebarkan penyakit yang diderita orang lain termasuk menyebarkan keburukan sekaligus ghibah. Penderita penyakit pasti tidak mau sama sekali penyakitnya diketahui orang banyak. Maka jika ada orang yang punya penyakit menular, tidak harus kita siarkan/umumkan, cukup kita beritahu orang yang berinteraksi dengannya agar berhati2 agar jangan sampai tertular penyakitnya.

🕋 Allah Al-Bathin berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
_“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”_ *[QS. An-Nur: 19]*

🚕 Bagaimana kalau penderita penyakit justru ridha penderitaannya diketahui orang lain? Mungkin dia ingin orang lain terselamatkan dari potensi tertulari penyakitnya. Kalau demikian, maka kita boleh memberitahukan penyakitnya ke orang lain sesuai keridhaannya.

🚑 Pada dasarnya terlarangnya kita mengungkap penyakit orang lain adalah ketika dia tidak ridha. Kalau dia memaafkan bahkan memerintahkan, maka kita boleh mengungkapnya ke orang lain. Hanya saja *harus atas dasar maslahat, bukan semata-mata sengaja menyebarluaskannya*.

📜 Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَتَدْرُوْنَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوْا: الْمُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ. فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
_“Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?”_ Mereka menjawab, “Orang yang bangkrut di kalangan kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak pula memiliki harta/barang.” Rasulullah bersabda, “_Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun ia juga datang dengan membawa dosa kezhaliman._
🔺 Ia pernah mencela saudaranya,
🔺 Menuduh tanpa bukti (memfitnah),
🔺 Memakan harta,
🔺 Menumpahkan darah orang,
🔺 Memukul orang lain (tanpa hak).
_Maka sebagai tebusan atas kedzalimannya tersebut, diberikanlah kebaikannya kepada orang-orang itu. Hingga apabila kebaikannya telah habis dibagi-bagikan kepada orang-orang yang didzaliminya sementara belum semua kezhalimannya tertebus, diambillah kejelekan/ kesalahan yang dimiliki oleh orang yang dizhaliminya lalu ditimpakan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka.”_ *[Shahih Muslim no. 6522]*

🔴 Oleh karenanya dalam riwayat lain Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَخِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْنَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ، إِنْ كاَنَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
_“Siapa yang pernah berbuat kezhaliman terhadap saudaranya baik menyangkut kehormatan saudaranya atau perkara-perkara lainnya, maka hendaklah ia meminta kehalalan dari saudaranya tersebut pada hari ini (di dunia) sebelum tidak ada lagi dinar dan tidak pula dirham (untuk menebus kesalahan yang dilakukan, yakni pada hari kiamat). Bila ia memiliki amal shalih diambillah amal tersebut darinya sesuai kadar kedzalimannya (untuk diberikan kepada orang yang dizhaliminya sebagai tebusan/pengganti kezhaliman yang pernah dilakukannya). Namun bila ia tidak memiliki kebaikan maka diambillah kejelekan orang yang pernah didzaliminya lalu dipikulkan kepadanya.”_ *[Shahih Al-Bukhari no. 2449]*

😷 Semoga kita dihindarkan oleh Allah dari penyakit apapun termasuk penyakit AIDS dan penyakit ganas lainnya.

📝 Dijawab oleh *Abu Abizard*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
🌐 Alhamdulillah, atas izin Allah kemudian doa para subscriber 🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮 , pada 8 Februari 2019 BCQUFI dengan YADARIQUFIYA telah resmi dan disahkan oleh Pemerintah melalui KEMENKUMHAM RI, Notaris, Dan Dirjen Pajak.

📒 🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮melalui Yayasan Shadaqah Jariyah Quantum Fiqih Ar-Rasyidiyyah (YADARIQUFIYA) membuka kesempatan kepada para donatur dan masyarakat luas yang ingin bershadaqah berupa pakaian bekas layak guna. Direncanakan, YADARIQUFIYA akan mengadakan buka puasa bersama sekaligus peresmian Mushalla Al-Istiqamah dan bakti sosial pada bulan Ramadhan 1440 H. Kurang lebih ada 40 faqir miskin di sekitar Mushalla.

🎙 Daftarkan diri mendapatkan broadcast whatsapp 🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮‌ di *+62 821-4088-8638* dengan menyebutkan nama dan kota asal.

⚠ Jangan lupa simpan nomor ini dengan nama *KONSULTASI SYARIAH* agar bisa mendapatkan broadcast whatsapp dan tidak terlewat. Karena _jika nomor ini tidak disave di daftar kontak di smartphone Anda, maka akan tidak bisa mendapatkan broadcast._

Konsultasi Syariah Ketentuan Fiqih Dan Undang Undang Yang Harus Kita Taat Jika Kita Mengadopsi/Mengangkat Anak Temuan Laqith Majhul Nasab

🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁

🇰‌🇪‌🇹‌🇪‌🇳‌🇹‌🇺‌🇦‌🇳‌
🇦‌🇩‌🇴‌🇵‌🇸‌🇮‌ 🇦‌🇳‌🇦‌🇰‌
🇹‌🇪‌🇲‌🇺‌🇦‌🇳‌ 🇱‌🇦‌🇶‌🇮‌🇹‌🇭‌
🇲‌🇦‌🇯‌🇭‌🇺‌🇱‌ 🇳‌🇦‌🇸‌🇦‌🇧‌

🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁

#⃣ #broadcastquantumfiqih
No.: KS/10/XII/QUFI
Topik: 1⃣ _Konsultasi Syariah_
Rubrik: _quantumfiqihakhlaq_

🇧‌🇨‌🇶‌🇺‌🇫‌🇮‌

Konsultasi Syariah *275 – Ketentuan Adopsi Anak Temuan (Laqith) Majhul Nasab*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Pertanyaan_
Assalamualaikum,
📂 ustadz, saya dan istri sepakat untuk mengadopsi anak dari rumah sakit. Tapi saya ragu, apakah anak zina atau anak baik2. Karena bisa jadi itu anak temuan dan tidak diketahui siapa orang tuanya. Muslim atau bukan. Bagaimana sebaiknya? Mengingat istri saya masih sangat terpukul dengan wafatnya putri kami yang baru usia beberapa tahun. Terimakasih sebelumnya.

📝 Ditanyakan oleh Bapak *S* (+62 852-5567-ZZZZ) dari Malang pada _25 Nopember 2018_

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Jawaban_
Wa’alaikumussalam.
🍔 Bapak, terimakasih atas pertanyaannya. Mohon maaf sudah satu bulan baru kami jawab. Kami harus mempelajari ketentuan fiqih, kaitannya dengan berbagai hal, dan hukum2 yang berlaku di Negara kita.

🍟 Sampai-sampai, beberapa hari lalu, kami suruh mahasiswi bimbingan kami untuk menyusun skripsi dengan tema ini. Sebab soal adopsi itu bukan soal ringan, dan efeknya sampai si anak adopsi mau menikah atau urusan warisan.

🍩 Baiklah, Islam adalah agama yang amat sangat peduli dengan anak yatim dan dhua’fa. Lebih dari itu Islam juga sangat mendorong umatnya untuk memberikan simpati dan empati kepada anak terlantar. Anak terlantar yang paling butuh perhatian adalah anak temuan atau laqith. Bukan fenomena zaman modern atau kontemporer, justru anak temuan sudah ada di zaman klasik.

Read the rest of this entry

Doa Minta Sabar, Dilarang?

Oleh Brilly El-Rasheed

 

“Padahal kan hidupnya enak-enak saja, tidak ada musibah, kok berdoa minta sabar. Doa minta sabar itu ya kalau cuma ada musibah saja.”

Apakah seperti itu logika yang sedang menggelayut? Benarkah berdoa minta kesabaran itu hanya boleh dilakukan ketika ada musibah?

Mungkin kita menemukan hadits berikut,

رواه الترمذي 3527 من طريق أَبِي الْوَرْدِ عَنْ اللَّجْلَاجِ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ : ” سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا وَهُوَ يَقُولُ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الصَّبْرَ ، فَقَالَ : سَأَلْتَ اللَّهَ الْبَلَاءَ فَسَلْهُ الْعَافِيَةَ

Kita perlu baca syarah hadits ini dari para ulama. Kita tidak layak gegabah menafsirkan hadits hanya karena kita bisa bahasa arab dan tahu terjemahannya, karena memahami hadits itu banyak perangkat yang harus dimiliki. Biar praktis, kita buka saja syarah dari para ulama.

قال القاري رحمه الله :
” محل هذا إنما هو قبل وقوع البلاء ، وأما بعده فلا مانع من سؤال الصبر بل يستحب ؛ لقوله تعالى : ربنا أفرغ علينا صبرا  ” انتهى من “مرقاة المفاتيح” 8 /324

Al-Qari menerangkan bahwa membaca doa yang ada dalam hadits itu seyogyanya ketika musibah menimpa, akan tetapi tidak dilarang walaupun musibah telah hilang, bahkan tetap disukai.

Kita juga mungkin bisa buka Al-Qur`an.

قال تعالى : وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ * فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ  البقرة/ 250، 251 .
وقال تعالى عن سحرة فرعون : قَالُوا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنْقَلِبُونَ * وَمَا تَنْقِمُ مِنَّا إِلَّا أَنْ آمَنَّا بِآيَاتِ رَبِّنَا لَمَّا جَاءَتْنَا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ  الأعراف/ 125، 126 .

Oleh karena tidak dilarang berdoa meminta kesabaran walaupun tidak sedang ada musibah, di antara doa yang sering dibaca Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah,

اللَّهُمَّ بِعِلْمِكَ الْغَيْبَ، وَقُدْرَتِكَ عَلَى الْخَلْقِ، أَحْيِنِي مَا عَلِمْتَ الْحَيَاةَ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا عَلِمْتَ الْوَفَاةَ خَيْرًا لِي ، اللَّهُمَّ وَأَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ ، وَأَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الْحَقِّ فِي الرِّضَا وَالْغَضَبِ ، وَأَسْأَلُكَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى ، وَأَسْأَلُكَ نَعِيمًا لَا يَنْفَدُ ، وَأَسْأَلُكَ قُرَّةَ عَيْنٍ لَا تَنْقَطِعُ ، وَأَسْأَلُكَ الرِّضَاءَ بَعْدَ الْقَضَاءِ ، وَأَسْأَلُكَ بَرْدَ الْعَيْشِ بَعْدَ الْمَوْتِ ، وَأَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ ، وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ فِي غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ ، وَلَا فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ ، اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ ، وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ
رواه النسائي 1305

Semoga paparan singkat dari saya bermanfaat.

 

Salam sukses,

Brilly El-Rasheed

20-02-2013

 

Rahmah Allah

Dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tatkala Allah menciptakan para makhluk, Dia menulis dalam kitab-Nya, yang kitab itu terletak di sisi-Nya di atas ‘Arsy, “Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mengalahkan kemurkaan-Ku.”(HR. Bukhari no. 6855 dan Muslim no. 2751)

Di dalam Fathul Bari, hadits di atas menjelaskan bahwa rahmat Allah ta’ala lebih dahulu ada dan lebih luas daripada murka-Nya. Hal itu disebabkan rahmat Allah ta’ala adalah sifat yang sudah melekat pada diri-Nya (sifat dzatiyyah) dan diberikan kepada makhluk-Nya tanpa sebab apapun. Dengan kata lain, walaupun tidak pernah ada jasa dan pengorbanan dari makhluk-Nya, pada asalnya Allah ta’ala tetap sayang kepada makhluk-Nya. Dia menciptakannya, memberi rizki kepadanya dari sejak dalam kandungan, ketika penyusuan, sampai dewasa, walaupun belum ada amal darinya untuk Allah ta’ala. Sementara murka-Nya timbul dengan sebab pelanggaran dari makhluk-Nya. Maka dari itu, rahmat Allah ta’ala sudah tentu mendahului murka-Nya.

Luasnya Rahmat Allah

Dari hadits di atas juga menunjukkan betapa luasnya rahmat Allah yang diberikan kepada makhluk-Nya. Berikut kami sampaikan beberapa riwayat yang berkaitan dengan luasnya rahmat Allah ta’ala.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Allah menjadikan rahmat (kasih sayang) itu seratus bagian, lalu Dia menahan di sisi-Nya 99 bagian dan Dia menurunkan satu bagiannya ke bumi. Dari satu bagian inilah seluruh makhluk berkasih sayang sesamanya, sampai-sampai seekor kuda mengangkat kakinya karena takut menginjak anaknya.” (HR. Bukhari no. 5541 dan Muslim no. 2752)

Dari Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya. Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada kami, “Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?” Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari no. 5999 dan Muslim no. 2754)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalau seandainya seorang mukmin mengetahui segala bentuk hukuman yang ada di sisi Allah niscaya tidak akan ada seorang pun yang masih berhasrat untuk mendapatkan surga-Nya. Dan kalau seandainya seorang kafir mengetahui segala bentuk rahmat yang ada di sisi Allah niscaya tidak akan ada seorang pun yang berputus asa untuk meraih surga-Nya.” (HR. Bukhari no. 6469 dan Muslim no. 2755)

Jangan Berputus Asa dari Rahmat Allah

Setelah mengetahui betapa luasnya rahmat Allah ta’ala, maka seharusnya kita lebih bersemangat lagi untuk menggapainya dan jangan sampai berputus asa darinya. Sikap putus asa dari rahmat Allah inilah yang Allah sifatkan kepada orang-orang kafir dan orang-orang yang sesat. Allah berfirman, “Mereka menjawab, ‘Kami menyampaikan berita gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa’. Ibrahim berkata, ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabb-Nya, kecuali orang-orang yang sesat’.” (QS. Al Hijr: 55-56)

Dan juga firman-Nya, “Wahai anak-anakku, pergilah kamu, maka carlah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87). Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly hafidzahullah memberikan faidah untuk ayat di atas, “Oleh sebab itu, berputus asa dari rahmat Allah ta’ala merupakan sifat orang-orang sesat dan pesimis terhadap karunia-Nya merupakan sifat orang-orang kafir. Karena mereka tidak mengetahui keluasan rahmat Rabbul ‘Aalamiin. Siapa saja yang jatuh dalam perbuatan terlarang ini berarti ia telah memiliki sifat yang sama dengan mereka, laa haula wa laa quwwata illaa billaah.”

Selain itu, berputus asa dari rahmat Allah juga termasuk salah satu diantara dosa-dosa besar. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya tentang dosa-dosa besar beliau menjawab, “Yaitu syirik kepada Allah, putus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari makar/adzab Allah.” (HR. Ibnu Abi Hatim)

Ampunan Allah Termasuk Rahmat-Nya

Pembaca yang dirahmati Allah, salah satu bentuk luasnya rahmat Allah adalah luasnya ampunan Allah bagi para hamba-Nya yang pernah melakukan kemaksiatan kepada Allah, selama hamba tersebut mau bertaubat. Allah ta’ala berfirman, “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53)

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat baik kekafiran dan lainnya untuk segera bertaubat kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut, walaupun dosa tersebut amat banyak, bagaikan buih di lautan.”

Kemudian beliau menambahkan, “Berbagai hadits menunjukkan bahwa Allah mengampuni setiap dosa (termasuk pula kesyirikan) jika seseorang mau bertaubat. Janganlah seseorang berputus asa dari rahmat Allah, walaupun begitu banyak dosa yang ia lakukan karena pintu taubat dan rahmat Allah begitu luas.”

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah ta’ala berfirman, “…Hai anak Adam, sungguh seandainya kamu datang menghadapKu dengan membawa dosa sepenuh bumi, dan kau datang tanpa menyekutukan-Ku dengan sesuatupun. Sungguh Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. At-Tirmidzi)

brillyelrasheed

Cintai dan Bantu Saudara Kita yang Lemah

Oleh Brilly El-Rasheed

 

Di antara doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau berharap kepada Allah agar bisa menjadi bagian dari orang miskin bahkan bisa berkumpul dengan mereka di hari qiyamah karena orang miskin-lah yang mudah hisabnya. Dari Mahmum bin Labid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua hal yang tidak disukai oleh manusia:  kematian, padahal kematian itu baik bagi muslim tatkala fitnah melanda, dan yang tidak disukai pula adalah sedikit harta, padahal sedikit harta akan menyebabkan manusia mudah dihisab (pada hari kiamat)” [Musnad Ahmad 5/427]

Ini menunjukkan betapa pentingnya kita menolong saudara-saudara kita yang lemah, baik lemah fisik, mental, ekonomi, maupun keislamannya. Bershadaqah kepada orang-orang dhu’afa sangat besar nilainya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang-orang miskin bagaikan orang yang berjihad fii sabiilillaah.” –Saya (perawi) kira beliau bersabda-, “Dan bagaikan orang yang shalat tanpa merasa bosan serta bagaikan orang yang berpuasa terus-menerus” [Shahih Muslim no. 2982]

Di samping kebaikan di akhirat, dengan menolong orang-orang miskin dan lemah, kita akan memperoleh rizqi dan pertolongan dari Allah subhanahu wa ta’ala di dunia dan di akhirat. Dari Sa’ad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian hanyalah mendapat pertolongan dan rezeki dengan sebab adanya orang-orang lemah dari kalangan kalian” (HR. Bukhari no. 2896). Dalam lafazh lain disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menolong ummat ini dengan sebab orang-orang lemah mereka di antara mereka, yaitu dengan doa, shalat, dan keikhlasan mereka” [Sunan An-Nasai no. 3178]

Ibnu Baththal berkata, “Ibadah orang-orang lemah dan doa mereka lebih ikhlas dan lebih terasa khusyu’ karena mereka tidak punya ketergantungan hati pada dunia dan perhiasannya. Hati mereka pun jauh dari yang lain kecuali dekat pada Allah saja. Amalan mereka bersih dan do’a mereka pun mudah diijabahi (dikabulkan)”. Al-Muhallab berkata, “Yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan adalah dorongan bagi Sa’ad agar bersifat tawadhu’, tidak sombong dan tidak usah menoleh pada harta yang ada pada mukmin yang lain” [Syarh Al-Bukhari, 9/114]

Artikel Brilly El-Rasheed

quantumfiqih.wordpress.com