Oleh Brilly El-Rasheed
Ibadah kepada Allah, selain dituntut untuk optimal, juga dituntut untuk secepat mungkin. Bukan dalam artian cepat selesai, namun cepat di sini berarti ketika ada seruan untuk ibadah atau ada kesempatan untuk ibadah, maka seketika itu seorang hamba diperintahkan untuk segera melaksanakannya, atau memanfaatkan kesempatan yang ada.
Karena tidak satupun makhluk yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi. Bisa jadi kesempatan yang pernah tersedia, tidak akan kembali. Rasulullah mengingatkan untuk memanfaatkan kesempatan yang tersedia sebaik mungkin,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَشَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ
“Manfaatkan lima hal sebelum kedatangan lima hal; masa mudamu sebelum masa rentamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa faqirmu, waktu luangmu sebelum waktu sibukmu, dan hidupmu sebelum datang kematianmu.” [Shahih Al-Jami’ no. 1077]
Rasulullah menghasung para pengikut beliau untuk bergegas beramal shalih sebelum datangnya fitnah qiyamah yang bisa menjadikan seorang muslim murtad, sadar atau tidak. Beliau berkata,
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
“Segeralah kamu berbuat kebaikan sebelum terjadinya berbagai fitnah, bagaikan malam yang gelap. Yang pada saat itu seseorang yang beriman pada pagi hari akan dapat menjadi kafir pada sore harinya. Dan orang yang beriman pada sore hari dapat menjadi kafir pada pagi harinya. Selain itu, ia juga menjual agamanya dengan harta benda dunia.” [Mukhtashar Shahih Muslim no. 2047]
Rasulullah mengajak umat beliau untuk banyak melantunkan dzikir tahlil. Selain sebagai latihan ketika kelak maut menjemput, yang mana ketika itu tidak semua manusia bisa mengucapkan tahlil dengan mudah, padahal tahlil adalah sarana husnul khatimah dan kunci surga. Beliau berkata,
أَكْثِرُوْا مِنْ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ قَبْلَ أَنْ يُحَالَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهَا
“Perbanyaklah mengucapkan syahadah (persaksian) La Ilaha Illallah (tiada tuhan yang benar kecuali Allah) sebelum diri kalian dihalangi darinya.” [Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 1529]
Tatkala melaksanakan shalat, di samping dituntut untuk segera menunaikan shalat ketika datang waktunya, juga dituntut khusyu’, dengan cara ingat mati, kalau-kalau shalat yang hendak dikerjakannya itu adalah shalat yang terakhir. Rasulullah berkata,
اُذْكُرِ الْمَوْتَ فِيْ صَلاَتِكَ فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا ذَكَرَ الْمَوْتَ فِيْ صَلاَتِهِ لَحَرِيٌّ أَنْ يُحْسِنَ صَلاَتَهُ وَصَلِّ صَلاَةَ رَجُلٍ لاَ يَظُنُّ أَنَّهُ يُصَلِّيَ صَلاَةً غَيْرَهَا وَإِيَّاكَ وَكُلَّ أَمْرٍ يُعْتَذَرُ مِنْهُ
“Ingatlah kematian dalam shalatmu, karena kalau seseorang mengingat kematian dalam shalatnya, dia akan berusaha untuk mengoptimalkan shalatnya. Dan shalatlah seperti shalatnya orang yang tidak yakin dia bisa shalat lagi (karena meninggal). Dan jauhilah segala yang menjadikanmu nantinya meminta maaf darinya.” [Ash-Shahihah no. 1421]
Rasulullah menganjurkan kita untuk bergegas melaksanakan shalat ketika telah tiba waktunya. Jangan sampai menunda shalat kemudian baru melaksanakannya ketika waktunya hampir habis. Beliau berkata,
تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيْ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا
“Itulah shalat orang munafiq, Itulah shalat orang munafiq, Itulah shalat orang munafiq. Ia duduk-duduk mengamati matahari. Kalau sudah hampir terbenam, ia shalat empat raka’at dengan terburu-buru dan tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” [Mukhtashar Shahih Muslim no. 216]
Kendati Allah telah menyediakan (menetapkan) ada awal dan ada akhir waktu masing-masing shalat maktubah, Allah senang sekali jika hamba-Nya mau melaksanakan shalat di awal waktunya.
عَنْ عَمَّتِهِ أُمِّ فَرْوَةَ قَالَتْ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ الصَّلَاةُ لِأَوَّلِ وَقْتِهَا
Ummu Farwah melaporkan, pernah seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Amal manakah yang paling utama?” Rasulullah menjawab, “Shalat pada awal waktunya.” [Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 170]
Setelah meriwayatkan hadits ini, At-Tirmidzi mengutip pernyataan Asy-Syafi’i melalui Abu Walid Al-Makki, “Waktu awal shalat adalah waktu yang paling utama. Di antara bukti keutamaan awal waktu shalat atas akhir waktu shalat adalah Nabi memilihnya, begitu juga Abu Bakar dan ‘Umar. Mereka tidak memilih kecuali sesuatu yang lebih utama dan mereka tidak akan meninggalkan keutamaan. Mereka senantiasa shalat di awal waktunya.”
Rasulullah sendiri telah memberikan teladan bagaimana pelaksanaan shalat yang sempurna, yang diinginkan Allah.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةً لِوَقْتِهَا الْآخِرِ مَرَّتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ
‘Aisyah melaporkan, “Rasulullah tidak pernah mengerjakan shalat pada akhir waktunya, (kecuali) dua kali, hingga Allah mencabut nyawa beliau.” [Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 174]
Rasulullah menyeru kita untuk bergegas melaksanakan haji ketika semua syarat telah terpenuhi. Rasulullah melarang menunda-nunda pelaksanaan haji. Beliau berkata,
مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيضُ وَتَضِلُّ الضَّالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ
“Barangsiapa yang ingin menunaikan haji, maka segeralah (melaksanakannya) karena kadang seseorang sakit, binatang yang dikendarainya hilang, dan (atau) ada hajat yang tidak bisa ditinggalkan.” [Shahih Sunan Ibnu Majah no. 2331; Sunan Ibnu Majah 2/962 no. 2883]
Dalam Al-Qur`an, Allah juga telah menyeru hamba-hamba-Nya untuk segera dan senantiasa bertaubat, meminta ampunan Allah, dan bergegas beramal untuk menuju surga. Allah berfirman,
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Bersegeralah kalian kepada ampunan Rabb kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.” [Al-Qur`an surah Ali ‘Imran ayat no. 133]
Begitu pula dalam hal shadaqah, baik yang wajib, yaitu zakat fithri dan zakat mal, maupun yang nafilah (sunnah, tidak wajib), kita diperintahkan untuk bersegera menunaikannya, karena harta yang ada pada kita bisa saja diambil oleh Allah, yang akhirnya tidak ada lagi kesempatan bershadaqah.
Dari Abu Hurairah, Seorang lelaki mendatangi Rasulullah, dan bertanya, “Wahai Rasulullah shadaqah apa yang paling baik?” Beliau menjawab,
أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى وَلَا تُمْهِلَ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا أَلَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ
“Kamu bershadaqah ketika kamu sehat lagi kikir (berambisi), kamu khawatir menjadi miskin dan ingin kaya. Janganlah kamu menunda-nunda shadaqah hingga ajalmu telah sampai di tenggorokan, saat itu kamu akan berkata, “Berikanlah kepada si fulan begini dan kepada si fulan begitu.” Padahal memang sudah pasti hartanya ketika itu diwarisi si fulan.” [Shahih Al-Bukhari no. 2689; Shahih Muslim no. 2336]
Rasulullah memberikan sedikit rahasia, mengapa harus segera menunaikan hak harta yaitu shadaqah, yaitu karena akan ada saatnya harta melimpah ruah dan semua manusia kaya raya, sehingga tak satupun orang membutuhkan harta orang lain. Beliau berkata,
وَلَئِنْ طَالَتْ بِكَ حَيَاةٌ لَتَرَيَنَّ الرَّجُلَ يُخْرِجُ مِلْءَ كَفِّهِ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ يَطْلُبُ مَنْ يَقْبَلُهُ مِنْهُ فَلَا يَجِدُ أَحَدًا يَقْبَلُهُ مِنْهُ
“Seandainya kamu berumur panjang, kamu pasti akan melihat seseorang keluar dengan membawa emas atau perak sepenuh telapak tangannya mencari orang yang mau menerima (shadaqah) nya namun dia tidak mendapatkan seorangpun yang mau menerimanya.” [Shahih Al-Bukhari 2/402]
Beliau juga berkata, “(Segera) bershadaqahlah kalian, karena sesungguhnya akan datang kepada kalian suatu zaman di mana seorang laki-laki berjalan dengan membawa shadaqah, namun dia tidak menjumpai seorangpun yang mau menerimanya. Lalu ada seseorang berkata, “Andai engkau membawa shadaqah itu kemarin, saya akan menerimanya. Kalau hari ini, saya sudah tidak membutuhkannya lagi.”.” [Shahih Al-Bukhari 1/357; Shahih Muslim 3/84]
Beliau berkata pula,
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ…حَتَّى يُهِمَّ رَبَّ الْمَالِ مَنْ يَقْبَلُ صَدَقَتَهُ وَحَتَّى يَعْرِضَهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ الَّذِي يَعْرِضُهُ عَلَيْهِ لَا أَرَبَ لِي بِهِ
“Tidaklah qiyamah terjadi, hingga pemilik harta berharap ada yang mau menerima shadaqahnya, dan hingga ia menunjukkannya kepada yang lain, orang yang ditunjukkan menolak, “Aku tidak butuh lagi.”.” [Shahih Al-Bukhari]
Maka dari itu, kesempatan sekecil apapun, mari kita upayakan memanfaatkannya untuk ibadah kepada Allah. Sudah saatnya kita tidak lagi menunda-nunda rencana (niatan) yang baik atau menunda-nunda kebaikan yang bisa kita kerjakan. Tapi satu hal yang harus dipegang teguh, bahwa kita dituntut untuk optimal dalam mempersembahkan ibadah kepada Allah.